Penyakit Yang Lazim Terjadi pada Neonatus
INFEKSI/SEPSIS
Sepsis adalah istilah bagi infeksi
berat. Anak-anak tertentu berisiko besar mengalaminya. Sepsis disebabkan oleh
mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Namun, sepsis berbeda dari penyakit
infeksi biasa. Infeksi biasa hanya menyerang daerah yang terkena infeksi.
sepsis berarti bakteri penyebab infeksi ditemukan dalam peredaran darah. Ini
mengakibatkan infeksi bisa terjadi di seluruh organ tubuh.
Sepsis Neonatorium
Sepsis neonatorium adalah suatu
infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Terjadi
kurang dari 1% pada bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab 30% kematian pada
bayi baru lahir. Infeksi bakteri ini 5x lebih sering terjadi pada bayi baru
lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2x lebih sering menyerang
bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis
mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul
dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari
atau lebih, kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang
didapat di rumah sakit). Penyebabnya ad`lah infeksi bakteri.
Beberapa kasus sepsis pada bayi baru
lahir yang disebut dengan sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh faktor ibu.
Mikroorganisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses
kelahiran, seperti perdarahan, demam atau infeksi pada ibu, ketuban pecah lebih
dari 12 jam sebelum persalinan, dan proses persalinan yang lama. Risiko
terjadinya sepsis meningkat pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya dan
perdarahan atau infeksi pada ibu.
Gejala Bayi Sepsis
Gejala yang umum adalah bayi tampak
lesu, tidak kuat mengisap ASI, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya
turun-naik. Gejala lainnya adalah gangguan pernapasan, kejang, jaundice
(sakit kuning), muntah, diare, perut kembung, kadang juga ditemukan
bercak-bercak merah di kulit.
Akibat
Beragam gejala tersebut tergantung
pada sumber infeksi dan penyebarannya. Misal, infeksi pada tali pusat
(omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar. Infeksi
pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma, kejang,
dan opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada
ubun-ubun. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya
pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena. Infeksi pada persendian bisa
menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan, dan sendi yang terkena teraba
hangat. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan
perut dan diare berdarah.
Pengobatan
Untuk menegakkan diagnosis, perlu
dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan
bakteri terhadap contoh darah, air kemih maupun cairan dari telinga dan
lambung. Sedangkan pengobatannya dengan memberikan antibiotik (Injeksi
Benzil Penisilin di kombinasikan dengan Injeksi Aminoglikosida dan Eritromisin)
melalui infus. Pada kasus tertentu, mungkin perlu diberikan antibodi yang
dimurnikan atau sel darah putih.
IKTERUS (penyakit kuning)
Ikterus adalah perubahan warna kulit
/ sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar
bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu
hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang
lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak
normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis
(infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain.
Selain pada bayi baru lahir ikterus
juga dapat terjadi pada bayi dan balita.
- Ikterus fisiologis
-Ikterus yang timbul pada hari ke dua dan ke tiga.
-Tidak mempunyai dasar patologis.
-Kadarnya tidak melampaui kadar yang
membahayakan.
-Tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus.
-Tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi.
- Ikterus patologis ialah
-Ikterus yang mempunyai dasar patologis.
-Kadar bilirubinnya mencapai nilai
hiperbilirubinemia.
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan
pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai
potensi berkembang menjadi kern-icterus
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”.
Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar,
kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan ntot, leher kaku,
dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup
dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan
keterbelakangan mental.
Hiperbillirubinemia
Hiperbillirubinemia ialah suatu
keadaan dmana kadar hiperbilirubinea mencapai suatu nilai yang mempunyai suatu
potensi kern-ikterus apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar
hiperbillirubinea ini proses erjadinya mempunyai dasar patologik.
Mengatasi hiperbilirubinemia
- Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
- Transfusi tukar darah.
Indikasi transfusi
tukar darah
- Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≥ 20 mg%.
- Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% per jam.
- Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
- Kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif.
Penyebab Ikterus
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir
dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
- Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
- Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
- Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
- Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).
Penatalaksanaan
- Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
- Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
- Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat.
Terapi sinar pada ikterus bayi baru
lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus
pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit
di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari
di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan
bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan
penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari
penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu
juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur
yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat
untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh
sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan
belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.
Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa
kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk
mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen)
pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia,
misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera
diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur
dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15
menit dengan membuka pakaiannya.
KEJANG
Kejang terjadi akibat adanya
kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan.
Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak.
Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam
(convalsio febrillis) atau stuip/step.
Masalahnya, toleransi masing-masing
anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah,
maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara
pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan
sudah mencapai 39 C atau lebih.
Ciri – Ciri Kejang
Tentu saja dalam hal ini orang tua
harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di
antaranya:
* kedua kaki dan tangan kaku disertai
gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit . bola mata
berbalik ke atas
* gigi terkatup
* muntah
* tak jarang si anak berhenti napas
sejenak.
* pada beberapa kasus tidak bisa
mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
* pada kasus berat, si kecil kerap
tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari
beberapa detik sampai puluhan menit.
KEJANG TANPA DEMAM
“Kejang-kejang kemungkinan bisa
terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa
disertai demam.”
Kejang yang disertai demam disebut
kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit
dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan,
radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan
kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi
pada anak-anak.
Kondisi kejang umum tampak dari badan
yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut
step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami
semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan
yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan
kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat
terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk
ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil.
Bayi yang lahir dengan berat di atas
4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui
masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan). Ini biasanya disebabkan adanya
riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan
gula dalam darah). Dengan demikian, tidak demam pun, juga bisa kejang.”
Bayi dengan gangguan hipoglemik
akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi
minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali
menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga
karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi
prematur yang memang belum sempurna.”
Penyebab
“Kejang tanpa demam bisa berasal dari
kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,”
penjabarannya satu per satu di bawah ini.
* Kelainan neurologis Setiap penyakit
atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang.
Contoh, akibat trauma lahir, trauma
kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen
dalam jaringan otak (hipoksia).
* Bukan neurologis Bisa disebabkan
gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat
sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi,
gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia,
alergi dan cacat bawaan.
* Faktor keturunan Kejang akibat
penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki
riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil
sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan kejang meliputi :
1. Penanganan
saat kejang
* Menghentikan kejang : Diazepam dosis
awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV (Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau
0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi
dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
* Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10
mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.
Kompres ; suhu >39º C dengan air
hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.
* Pengobatan penyebab : antibiotika
diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
* Penanganan sportif lainnya meliputi
: bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan
elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah.
2. Pencegahan Kejang
* Pencegahan berkala (intermiten)
untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral /
lewat mulut) dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit
yang disertai demam.
* Pencegahan kontinu untuk kejang
demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat
mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.
GANGGUAN PERNAPASAN / respiratory
distress syndrome (RDS)
Penyakit saluran pernapasan adalah
salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering pada anak
terutama pada bayi
RDS
adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001) RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986) Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001) RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986) Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.
Etiologi
penyebab gangguan pernafasan pada bayi baru lahir antara lain:
penyebab gangguan pernafasan pada bayi baru lahir antara lain:
·
Obstruksi jalan nafas
·
Penyakit parenkim paru-paru
·
Kelainan perkembangan organ
Kelainan susunan saraf pusat, asidosis
metabolic, asfiksia
Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Manifestasi klinik
Tanda-tanda
klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada
tidaknya shunting darah melalui PDA. (Stark, 1986). Syndrom ini
berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler
alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan
ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan,
akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan
juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang
rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang
umum.
Tetanus neonatorium
Etiologi
Penyebab penyakit ini ialah Clostridium
tetani. Kuman ini bersifat anaerobic dan mengeluarkan eksotoksin yang
neorotropik.
Epidemiologi
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus
digestivus manusia serta hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama
dan dapat berkembang baik dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang
mempunyai suasana anaerobic.
Pada bayi penyakht ini di tularkan
biasanya melalui tali pusat, yaitu karena pemotongan dengan alat yang tidak
steril. Selain itu, infeksi dapat juga melalui pemakaian obat,bubuk,atau
daun-daunan yang digunakan dalam perawatan tali pusat.
Penyakit ini masih banyak terdapat di
Indonesia dan Negara-negara lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat
tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat.
Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas.
Angka kematian tetanus neonatorum di rumah sakit besar di Indonesia dapat
mencapai 80%. Tingginya angka kematian ini sangat bervariasi dan sangat
tergantung pada saat pengobatan di mulai serta pada fasilitas dan tenaga
perawatan yang ada di rumah sakit.
Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat
pada otak, pada sum-sum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik.
Kematian di sebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama.
Selain itu kematian dapat di sebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat
pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia
aspirasi dan sepsis. Kedua sebab terakhir ini mungkin sekali merupaka sebab
utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia
Gambaran klinik
Masa inkubasi biasanya 3 sampai 10
hari. Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena terjadinya trismus. Mulut
mencucu seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapat minum
dengan baik. Kemudian dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum.
Leher menjadi kaku dan dapat terjadi opistotonus. Dinding abdomen kaku,
mengeras dan kalu terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu
dapat meningkat. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum tidak
susah. Trismus, kejang umum dan mengakakunya otot-otot merupakan gejala utama
tetanus neonatorum. Kejang mengkakunya otot-otot dapat pula di temukan misalnya
pada kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma, trauma lahir,
dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya tetanus terdapat pada
tetanus.
Pengobatan
Pengobatan terutama
untuk memperbaiki keadaan umum, menghilangkan kejang, mengikat toksin yang
masih beredar, dan pemberian antibiotika terhadap infeksi.
· Perawatan
1) Bayi
sebaiknya di rawat oleh perawat yang cakap dan berpengalaman. Sebaiknya
disediakan 1 orang perawat untuk seorang bayi. Bayi harus di rawat di tempat
yang tenang dengan penerangan dikurangi agar rangsangan bayi bagi timbulnya
kejang kurang.
2) Saluran
pernafasan di jaga agar selalu bersih.
3) Harus
bersedia zat asam. Zat asam di berikan kalu terdapat sianosis, atau serangan
apnea, dan pada waktu ada kejang.
4) Pemberian
makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang di buat dari polietilen atau
karet
5) Kalau
pemberian makanan per os tidak mungkin, maka di beri makanan atau cairan
intravena
·
Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan
mengurangi rangsangan aatu pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai
ialah kombinasi Fenobarbital dan Largaktil. Fenobarbital dapat di beriakan
mula-mula 30 sampai 60mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis
maksimum 10mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama nominal, mula-mula
7,5mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6x2,5mg setiap harinya.
Kombinasi yang lain adalah nominal dan diazepam dan dosis setengah mg/kg berat
badan. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat
rectum.
·
Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih
bebas dapat diberi A.T.S (anti tetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap
hari selama 2 hari.
·
Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat
digunakan pinisilin 200.000 satuan tiap hari dan diteruskan sampai 3 hari
sesudah panas turun
Pencegahan
Pencegahan yang paling baik ialah
pemotongan dan perawatan tali pusat yang baik, harus digunakan bahan-bahan dan
alat-alat yang steril. Pemberian vaksinasi dengan suntikan toksoit pada ibu
hamil dalam triwulan terakhir dapat memberi proteksi pada bayi.
Diarea epidemic
Diare merupakan suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari
dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir
darah.(Aziz,2006).
Diare
dapat juga didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam
kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih
perhari. (Ramaiah,2002).
Diare
merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau
penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah :
1.Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.Gangguan motilitisusus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003).
Gambaran Klinis
Mula-mula bayi atau balita cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karenna sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003)
Diagnosis
Diagnosi ditegakknan dengan melakukan
pemeriksaan mikrobiologi yaitu biakan feses, darah, dan likuor serebrospinalis.
Namun pada tempat – tempat yang endemis bila terdapat gejala klinis seperti
gejala klinis seperti diare, panas, dan ikterus terapi yang terarah terhadap
salmonelosis dapat dibenarkan.
Pengobatan
Tahap pertama pengobatan ialah
memberikan cairan dan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi dan
asidosis.antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksisdan mudah
menyebar secara hematogen. Antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini
toksis dan mudah menyebar secara hematogen. Antibiotika harus sesuai dengan
pemantauan resistensi kuman,pada saat ini obat yang efektif adalah Kloromisetin
dengan dosis 50 mg/kg berat-badan, Sefalosporin generasi ketiga misalnya
Sefatriaxone dan Amikasin. Ko-trimoksaso, cukup efektif tetapi tidak dapat
diberikan pada bayi kurang bulan, neonatus di bawah 2 minggu, dan yang
menderita ikterus.
Prognosis
Bila pengobatan terlambat maka angka
kematian dapat mencapai 50%, karena kuman ini cepat menyebar menjadi sepsis.
Setiap diare pada neonatus yang disertai dengan panas dan ikterus maka
Salmoneolosis harus dipikirkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar